Di Piala Dunia Era 90-an, Sepuluh Pemain Ini yang Paling Berkesan Buat Saya!

10.6.18




Ole ole ole! Selamat datang para gibol alias penggila bola!

Menyambut Piala Dunia 2018 di Rusia, ajang sepak bola terbesar dunia yang digelar oleh Federasi Sepak bola Internasional atau FIFA akan berlangsung beberapa hari lagi, Back to the 90’s Battle juga akan membahas tema serupa. Bagaimana Piala Dunia di era 90-an meninggalkan kesan mendalam bagi saya dan Asti.

Saya menonton bola sejak masuk SD. Awalnya, saya curi-curi di balik kursi (alm.) Papa. Beliau adalah penggemar timnas Jerman (dahulu disebut Jerman Barat). Saya sih waktu itu enggak ngerti soal bela-belaan tim mana. Pokoknya seru aja melihat bola yang diperebutkan. Si pemain bahkan seperti menari melewati lawan, menjegal dengan tekel, atau aksi dramatik penyelamatan oleh sang kiper.

Selama dekade 90-an, tercatat ada tiga Piala Dunia yang digelar.

Pertama, Piala Dunia tahun 1990 di Italia. Tim Panser, Jerman Barat, berhasil menjadi juara setelah mengalahkan Tim Tango, Argentina di final.

pic : gameofthepeople

Jerman Barat - Juara Piala Dunia 1990
pic : telegraph.co.uk


Kedua, Piala Dunia tahun 1994, diselenggarakan di negeri Paman Sam, Amerika Serikat. Brasil menjadi tim terkuat setelah menyingkirkan Squadra Azzura, Italia, melalui drama adu penalti.

pic countlessclassics


Brasil - Juara Piala Dunia 1994
pic : soccerfootballwhaever.blogspot


Ketiga, Piala Dunia 1998 kembali digelar di Benua Biru, Eropa, tepatnya di Perancis. Sang tuan rumah secara mengejutkan berhasil menjegal juara bertahan Brasil di partai final.

pic : youtube


Perancis - Juara Piala Dunia 1998
pic : fifa.com


Banyak hal yang bisa diulik dari setiap penyelenggaraan Piala Dunia. Entah bagaimana setiap skuad saling berjuang, baik secara fair maupun memakai intrik, menuju supremasi tertinggi dan mengangkat piala tertinggi sepak bola internasional di atas podium.

Kali ini, saya akan membahas para pemain yang berkesan di hati dari ketiga Piala Dunia FIFA era 90-an. Bukan selalu mereka yang terjago di lapangan hijau. Namun, ada keistimewaan yang membuat mereka begitu melekat dalam ingatan.

Terbagi dalam lima kategori, ini dia sepuluh pemain yang mencuri perhatian di Piala Dunia era 90-an.



1. Selebrasi Tiada Dua

Setiap berhasil melesakkan bola ke gawang lawan, pastilah tak lengkap jika sang pencetak gol melenggang tanpa perayaan. Banyak gaya ditampilkan oleh para pemain sebagai bagian dari selebrasi. Baik sendirian, maupun bersama rekan-rekan satu tim yang ikut berjuang. Namun, dua orang ini yang paling fenomenal menurut saya.

Roger Milla
Tua tua keladi, ini julukan yang tepat disematkan kepada old man on the field, Roger Milla. Bertarung di ajang Piala Dunia 1990 dalam usia senja untuk ukuran pesepakbola, 38 tahun, bukan berarti taji striker timnas Kamerun ini lantas tumpul.

Roger Milla
pic : footballtribute

Datang dari benua Hitam, timnas Kamerun berhasil menjadi juara grup B. Padahal, tim Singa Afrika ini termasuk underdog, mengingat di dalam grup B ada Argentina, Rumania, dan Uni Soviet yang lebih diunggulkan.
Pemaen gaek yang sempat mencicipi Liga Indonesia di pertengahan era 90-an lewat klub Pelita Jaya dan Putra Samarinda ini memang luar biasa. Milla membawa Kamerun maju ke perempat final, melalui dua buah gol di perpanjangan waktu saat melawan Kolombia.
Selebrasi unik yang dilakukannya, yaitu dengan bergoyang di pojok lapangan, membuahkan julukan Goyang Kamerun



Yah, walaupun tidak sepanas dan sesensual Goyang Karawang-nya Tante Lilis Karlina, perayaan ini tak hanya mengukir nama Roger Milla sebagai legenda. Namun, menjadi sebuah pembuktian, bahwa usia dan posisi tak diunggulkan bukan alasan untuk tak berprestasi.


Bebeto
Salah satu  gaya selebrasi terpopuler adalah gaya mengayun bayi dalam gendongan atau rock-a-baby cradle style. Biasanya, gaya ini dimaksudkan untuk menunjukkan sebuah anugerah lain. Tepatnya, sang pemain merayakan kelahiran anak mereka yang bersamaan atau berdekatan dengan pertandingan tersebut.

Bebeto
pic : dailymail.co.uk

Cikal bakal gaya ini muncul di Piala Dunia 1994 Amerika Serikat. Adalah José Roberto Gama de Oliveira alias Bebeto, penyerang Tim Samba, Brasil yang mempopulerkannya pertama kali. Dalam ajang perempat final melawan Tim Oranye, Belanda, Bebeto berhasil mengukir gol kedua.



Dua hari sebelumnya, Bebeto baru saja dikaruniai anak ketiga. Gol yang dipersembahkan spesial untuk sang bayi, diwakili melalui gaya menggendong dan mengayunkan jabang bayi tak kasat mata
Sang anak, Mattheus Olivier pun kini berkarier sebagai pesepakbola. Ehm, tadahin iler ya kalau lihat penampakannya di bawah ini hehehe.

Mattheus O., Si bayi yang dulu jadi inspirasi, sekarang sudah sebesar (dan seganteng) ini!
Pic : Globo Esporte



2. Aksi Gahar di Depan Gawang

Kalau boleh membandingkan, para kiper dari Amerika Latin punya nyali lebih besar dari konco Eropa. Memang, nama mereka tak setenar kiper Eropa, apalagi tak banyak yang berhasil menghuni starting eleven tim-tim besar Eropa. Namun, penjaga gawang Latin ini punya kelas sendiri dalam beraksi. Seperti dua kiper gahar berikut ini

Rene Higuita
Julukannya saja sudah bikin merinding, El Loco alias Si Gila! Kiper timnas Kolombia ini dikenal sejak kiprahnya di Piala Dunia 1990 Italia. Si rambut gimbal ini terkenal akan aksi nekatnya dalam menjaga gawang. Ia lebih memilih sweeping dan bertingkah dramatis saat menghalau serangan lawan. Termasuk gaya andalan, tendangan ala kalajengking alias scorpion kick.

Rene Higuita
pic : thesefootballtimes

Kalau kamu penggemar Captain Tsubasa, pasti ingat dong sama Ken Wakashimazu, si kiper karate? Nah, kira-kira aksi nekatnya mirip, deh. Memang, kadang tindakan Higuita malah jadi blunder, seperti waktu melawan Kamerun dan membuat Kolombia tersingkir di Piala Dunia 1990.



Tetapi, tahun 1995, aksi nyeleneh-nya malah sukses menggagalkan serangan pemain Inggris, Jamie Redknapp saat bertemu di pertandingan persahabatan. Higuita juga berhasil mencetak tiga gol selama kiprahnya di timnas Kolombia. Ia tak ragu ikut serta mengambil tendangan bebas dan penalti jika dibutuhkan.


Jose Chilavert
Si goalie satu ini dari perawakan dan muka saja sudah sangar. Tak salah jika kiper timnas Paraguay ini mendapatkan nickname mirip si anjing galak, Bulldog. Nyali segede gunung yang dimiliki Chilavert bukan berdasar omong kosong. Ia tak gentar menyongsong tembakan. Lebih edan lagi, Chilavert juga punya tendangan geledek yang ia tunjukkan saat mengeksekusi tendangan bebas dan penalti.

Jose Chilavert
pic : getty images

Saat bermain untuk klub Liga Argentina, Velez Sarfield, ia tak tanggung-tanggung pernah mencetak hat-trick! Padahal posisinya sangat bertolak belakang dengan penyerang. Sky is the limit, mungkin itu yang akan ia serukan saat orang bingung melihat ambisi ofensifnya.
Di Piala Dunia 1998, Chilavert mengambil sebuah tendangan bebas kala berhadapan dengan timnas Bulgaria. Meskipun tidak berhasil mencetak gol seperti waktu menjalani kualifikasi Piala Dunia, namun Chilavert membuktikan “gonggongannya”. 



Penjaga gawang yang dinobatkan sebagai kiper terbaik tahun 1995, 1997, dan 1998 oleh International Federation of Football History and Statistics (IFFHS) ini setia menghuni daftar kiper legendaris dalam sejarah sepakbola.



3. Drama dan Tragedi Menguras Emosi

Piala Dunia tak hanya menyisakan aksi heroik dan adu sportivitas antar pesepakbola terbaik dunia. Namun, ada pula kisah-kisah emosional yang menandai kelamnya sejarah. Dua pemain ini merasakan arti dari drama dan tragedi dalam pengalaman mereka membela negara di ajang Piala Dunia.

Andres Escobar
Pahit, satu kata mendeskripsikan nasib pemain timnas Kolombia ini. Berlaga sebagai pemain bertahan melawan tuan rumah, Amerika Serikat, di Piala Dunia 1994, Andres Escobar sedang sial. Gol bunuh dirinya membawa timnas Kolombia harus angkat koper lebih dulu, kalah tipis 1-2 dari AS.

Andres Escobar
pic : thesefootballtimes

Lima hari pasca kejadian, Escobar memutuskan kembali ke Kolombia. Pada suatu malam, saat Escobar sedang pergi minum, ia mengalami kesialan kedua. Sendirian di tempat parkir sebuah klub malam, enam buah peluru memberondong tubuh Escobar hingga tewas.



Sang pelaku ternyata adalah tukang pukul dari sebuah kartel narkoba. Dikabarkan, setiap tembakan yang mengenai tubuh pemain yang aslinya berpembawaan tenang (hingga mendapat panggilan The Gentleman) ini, disertai makian serupa kata ‘gol’.
Kematian tragis Escobar memicu aneka reaksi. Mulai dari duka hingga rasa mencekam mewarnai pemain, bahkan dari negara lain. Sungguh sisi gelap dari sepak bola yang tak ingin terulang kembali.

David Beckham
Bagaimana jika seorang pemain yang tengah naik daun di liga domestik, mendadak harus menjadi pesakitan akibat tak mampu mengontrol emosi? Inilah yang dialami oleh salah satu ‘Adonis’ dunia sepak bola modern, David Beckham.

David Beckham
pic : BBC UK

Dalam Piala Dunia perdananya di Perancis tahun 1998, Beckham memulai baik di kualifikasi dengan gol-gol penting. Namun, di babak perdelapan final, ia tak kuasa menahan diri dari provokasi lawan. Musuh abadi, Tim Tango, Argentina, punya ‘aktor watak’ bernama Diego Simeone, yang kala itu bermain untuk Liga Italia di tim Internazionale Milan. Tahu sendiri kan, Liga Serie A itu sarat dengan pemain sinetron lapangan hijau? ‘Keterampilan’ inilah yang diperagakan Simeone untuk memancing Beckham bereaksi.
Kim Milton Nielsen, tak ragu mengacungkan kartu merah, ketika melihat Simeone (berakting) kesakitan. Padahal Beckham sudah terjatuh lebih dulu. Sayang, aksinya menendang betis Simeone malah berbalik bagai bumerang menghantam dirinya.



Insiden kartu merah ini mendatangkan segudang hujatan untuk Beckham. Inggris yang akhirnya tersingkir karena adu penalti pada pertandingan tersebut, disinyalir kalah karena aksi tak bijak Beckham. Sempat memperoleh ancaman pembunuhan, untunglah Beckham tak patah semangat.
Di Piala Dunia berikutnya, Jepang-Korsel tahun 2002, Beckham tampil lebih memukau. Seolah menebus lunas ‘dosa-dosa’ di Piala Dunia sebelumnya.


4. Pangeran Balkan Mengguncang Lapangan

Eropa Timur kerap menghadirkan ancaman laten di setiap ajang Piala Dunia. Saya merangkum dua pemain yang berhasil menjadi pencetak gol terbanyak pada dua Piala Dunia. Sama-sama berasal dari kawasan Balkan, kepiawaian mereka mengolah si bundar patut mendapatkan apresiasi tertinggi. Meskipun tak berhasil membawa tim mereka masuk partai final, kaki emas kedua pemain ini membawa reputasi mereka berada di level berbeda : menjadi legenda.

Hristo Stoichkov
Pemain depan Bulgaria ini adalah pemain favorit saya di Piala Dunia 1994. Bola di kakinya seperti pertunjukkan seni. Namun, semangat berapi-apinya, menjadikan Stoichkov seperti Raja Singa yang menguasai lapangan. Predator yang siap merobek jaring lawan tanpa takut.

Hristo Stoichkov
pic : getty images

Stoichkov memiliki talenta hebat, mengantarkannya ke karier klub spektakuler, Barcelona era awal 90-an, dream team dari Johan Cryuff. Lucunya, ia pun harus berseteru dengan Romario, rekan seperjuangan asal Brasil di El Barca, saat sama-sama mengejar gelar tim nasional terbaik di kolong Bumi.



Penampilan terbaik pemain yang kaki kirinya dominan ini, di Piala Dunia 1994 terlihat saat menggusur sang juara bertahan, Jerman dari peta persaingan. Bisa dibilang, Stoichkov adalah pemain komplit yang punya keterampilan teknis tinggi, dipasangkan dengan karakter kuat bin tangguh. Pantas saja jika ia mudah “mengaum” menunjukkan keunggulannya kala bermain.


Davor Suker
Berasal dari Kroasia, negara pecahan Yugoslavia yang sempat dirundung peperangan, tidak menyurutkan “The Sukerman” untuk melesat di kancah sepak bola dunia. Prestasinya sudah mengilap sejak masih menjadi pemain muda di timnas junior di akhir 80-an.

Davor Suker
pic : thenational.ae
Semakin dewasa, Suker semakin matang dan ganas mengeksekusi setiap peluang. Mengikuti suksesnya di Piala Eropa 1996, Suker malah kian trengginas di Piala Dunia 1998 Perancis. Bahkan Tim Panser pun bertekuk lutut, dibabat tiga gol tanpa balas, salah satunya dari kaki penyerang ini.



Kalau saja Lilian Thuram (pemain belakang Perancis) tidak punya ekstra keberuntungan dan membalikkan satu gol Suker di partai semifinal, mungkin Kroasia bisa jadi finalis atau juara. Puas di posisi ketiga, Suker memboyong Sepatu Emas dengan perolehan enam gol dari tujuh pertandingan. Fly high, Sukerman!



5. Para Penjungkal Juara Bertahan

Aksi mereka membungkam sesumbar para juara bertahan untuk kembali merebut Piala Dunia. Inilah dua pemain yang memupuskan rencana pesta semalam suntuk yang telah dipersiapkan lawan dan mendatangkan kebahagiaan bagi tim yang malah dipandang sebagai underdog di partai final.

Andreas Brehme
Pemain Tim Panser, Jerman (dahulu Jerman Barat) ini adalah pemain sayap kiri yang punya spesialisasi sebagai eksekutor bola mati. Brehme terbukti menghasilkan gol-gol penting dari tendangan bebas maupun titik putih penalti. Termasuk di partai puncak Piala Dunia 1990 melawan juara bertahan, Argentina.

Andreas Brehme
pic : getty images

Satu-satunya gol yang dicetaknya melalui penalti sudah cukup untuk merebut gelar juara dari Diego Maradona dkk., yang bermain sembilan pemain karena menerima dua kartu merah. Partai yang didapuk sebagai salah satu pertandingan final terburuk dan terkeras sepanjang masa ini, mencuatkan nama Brehme hingga kini.







Zinedine Zidane
Kala Piala Dunia 1998 digelar, Tim Samba, Brasil, sudah mempersiapkan perayaan jika berhasil meraih gelar juara dunia untuk kelima kalinya. Namun, pesta harus bubar karena pemain favorit saya sepanjang masa ini, Zinedine “Zizou” Zidane.

Zinedine Zidane
pic : dailymail.co.uk

Playmakeri handal ini menanduk bola dua kali menyambut sepak pojok, membawa Perancis unggul dua gol tanpa balas di babak pertama final Piala Dunia 1998. Aksinya mengalirkan bola sepanjang permainan pun menjadi kunci permainan Tim Ayam Jantan. Bahkan, walaupun kehilangan bek Marcel Desailly yang diusir wasit di menit ke-68, Perancis masih sanggup menambah satu gol lagi menjelang peluit akhir.



Meskipun Perancis dituding miskin striker berkualitas di Piala Dunia tersebut, untunglah agresivitas hadir dari lini lain. Aksi brilian Zizou pun membawa Perancis menggondol Piala Eropa 2000, dua tahun berselang.


Sekelumit kisah mereka menjadi inspirasi banyak penghuni Bumi untuk terus mengejar mimpi. Ada kalanya kita harus jatuh bangun dahulu, sebelum menjadi yang terbaik. Dan kesuksesan pun tak selamanya abadi. 

Sometimes we just need to live the moment. Because you’ll never know when your time is up and probably the next chapter is not a happy ending one.

Adakah pesepakbola yang paling kamu sukai saat berlaga di Piala Dunia era 90-an dulu? Bagi ceritamu di kolom Komentar, yuk!

Cek juga ulasan mendalam Asti tentang Piala Dunia 1998 yang enggak terasa sudah berlalu dua dekade! 



You Might Also Like

1 comments

  1. Jarang-jarang postingan kita ada yang overlapping! lol. Kehebatan Zizou dan tragedi Beckham memang lekat dengan piala dunia tahun 90an ye bow.

    Bebeto.. OMG! Inget bener jaman dia selebrasi ala gendong bayi gituh... astaga ud gede amaat anaknya. mid 20an lah ya usianya.. sungguh time really flies!

    Chilavert, along with Schmeichel dan Casillas, will always be my fave goalkeepers. Next kita kudu bikin our own football dream team ye bow! pasti seru dan beda nih isinya... nama2 yang ada di tampilan CM kita dulu pastinyaa wakakakaka....

    ReplyDelete

Komen dulu yuk, Kawans!