Srimulatism – Menguak Sejarah Legenda Komedi Nusantara yang Setia Melestarikan Tawa

29.9.18




Halo, Kawans!

Sudah lama saya tidak mengulas buku, meskipun sebenarnya kebiasaan membaca minimal satu buku per minggu masih saya pertahankan. Kali ini, saya akan kembali membuat ulasan buku dan lebih mengejutkan lagi, buku yang akan saya bukan novel atau cerita fiksi. Tidak seperti buku nonfiksi kebanyakan yang sering membuat saya mengantuk, buku ini justru membuat saya sibuk senam muka alias tertawa terpingkal-pingkal di banyak bagian.

Sedikit mengulang pembahasan tentang diri saya (jangan bosan bacanya ya, Kakak!), sejak kecil saya sudah dicekoki oleh segala macam lawak dan dagelan dalam negeri. Selain Warkop DKI, junjungan lelucon saya adalah grup Srimulat. Bahkan, menurut cerita Mamah, ia bersama almarhum Papah menghabiskan masa pacaran dengan menonton pentas Srimulat di Taman Ria Remaja Senayan hampir setiap malam Minggu! Ditambah latar belakang alm. Papah yang berdarah Jawa, maka tak heran Srimulat sering berkumandang di rumah, baik dalam bentuk kaset lawak maupun siaran televisi.

Sewaktu ada akun @srimulatism di ranah Twitter pada tahun 2011 pun, saya langsung sigap mengikuti. Girang sekali rasanya begitu tahu, akhirnya muncul buku yang khusus mengulas soal grup lawak legendaris ini. Apalagi format bukunya ringan, namun cukup rinci mengupas sejarah Srimulat dan banyak bonus lain yang mengundang gerrr habis-habisan. Simak ulasan saya kemarin kram perut usai menuntaskan buku ini dalam satu hari saja.

-----

Judul buku : Srimulatism – Selamatkan Indonesia dengan Tawa
Genre : humor, nonfiksi
Penulis : Thrio Haryanto
Penyunting : Dyota Lakhsmi, Novikasari Eka S. 
Ilustrasi : Pinot dan Hari Prast
Perancang sampul : Hari Prast

Penerbit : Penerbit Noura (PT. Mizan Publika), Jakarta
Cetakan : 1, Maret 2018
Tebal : 188 halaman
ISBN : 9-786023-854011
Harga : Rp. 49.000 (berlaku di Pulau Jawa)

-----

BLURB

Srimulat bukan sekadar komedi. Kreativitas, kerja keras, nilai kekeluargaan, dan semangat pantang menyerah menjadi kunci sukses kelompok ini dalam berkarya hingga lebih dari lima dekade. Bahkan, meski sudah dinyatakan bubar; lawakannya masih bertahan, menjadi genre tersendiri, hingga kita pun sering berucap, “Srimulat banget sih.”

Sungguh menarik menjelajahi pakem-pakem, nilai, dan aturan tak tertulis – Srimulatologi – yang dianut kelompok ini. Selain itu, bersiaplah menahan tawa dengan lawakan Srimulat, sekaligus terinspirasi kisah-kisah tak terduga di balik layarnya.

-----

APA KATA SAYA TENTANG ISI BUKU INI?

Selain kata pengantar, profil penulis, dan daftar referensi, ada empat belas bab yang dituangkan dalam buku Srimulatism. Keempat belas bab tersebut mengulik sejarah Srimulat, mulai dari kehidupan awal Raden Ayu (R.A.) Sri Mulat di masa dewasa muda hingga apa saja warisan grup Srimulat yang tak lekang oleh waktu hingga kini.

Ada dua tokoh besar di balik terbentuknya Srimulat, yaitu  pasangan suami istri R.A. Sri Mulat, seorang wanita berdarah biru asal Kawedanan Bekonang. Sukoharjo, Jawa Tengah dan Teguh, seorang musisi muda keturunan Tionghoa yang berbeda 18 tahun lebih muda dari sang istri.

Sri Mulat meninggalkan statusnya di kalangan atas dan menekuni passion-nya di dunia seni. Ia menjelma menjadi seorang biduanita bersuara emas dan menjajal peruntungan akting di layar perak. Popularitasnya meroket dan sempat menikah-cerai beberapa kali, sebelum akhirnya hatinya tertambat pada seorang gitaris muda dari Klaten, Teguh.

Mendiang pasangan Pak Teguh dan Bu Sri Mulat
pic : twitter @srimulatism


Eits, jangan asal berpikir kalau Pak Teguh ini cuma brondong yang mencari sugar mommy untuk memuluskan kariernya, ya!

Pak Teguh justru merupakan peletak dasar Srimulat sebagai kelompok hiburan yang identik dengan lawak. Sebelumnya, Srimulat lebih condong sebagai grup musik keroncong. Segmen dagelan awalnya merupakan program sisipan yang ditampilkan sebagai pengisi jeda saat pertunjukkan supaya penonton tidak jemu menunggu penampil keroncong.

Di luar dugaan, segmen humor ini malah lebih mencuat dan selanjutnya menjadi proyek serius yang ditekuni oleh Pak Teguh. Ia pun menyuguhkan gebrakan demi gebrakan dengan memasukkan konten-konten Barat yang sedang hits, seperti parodi film asing, tokoh drakula, termasuk judul pementasan yang memakai bahasa Inggris (jauh sebelum anak Jaksel gayanya keminggris!)

Selain perjalanan secara kelompok, buku Srimulatism juga menampilkan kisah beberapa legenda hidup Srimulat, seperti Gepeng, Asmuni, sampai sepak terjang Gogon – yang biasanya tampil seperti anak bawang, namun ternyata punya semangat luar biasa ketika mempersiapkan sebuah pertunjukkan akbar.

Ada bagian yang sangat mengiris hati saya, yaitu ketika diceritakan beberapa personel Srimulat yang merasa sudah populer, memutuskan untung hengkang dan menyebabkan pentas Srimulat menjadi sepi. Namun, pada akhirnya para personel ini akhirnya kembali kepada grup yang sudah membesarkan nama mereka, termasuk Gepeng yang sempat tersandung kasus kepemilikan senjata api ilegal dan hidupnya berubah drastis dari kaya raya hingga kembali morat-marit.

Nah, yang jadi favorit saya, buku ini tidak melulu menampilkan kisah-kisah historis dan nostalgia. Sebagai penyeimbang, pada setiap bab ada bagian yang memuat contoh skenario cerita pementasan dan kumpulan anekdot khas Srimulat, lengkap dengan keterangan siapa yang ada dalam dialog tersebut. Bagian inilah yang membuat saya sangat betah membaca, sampai meluangkan terbahak-bahak sebelum membalik halaman.

Memang deh, saya ini lemah banget sama jokes receh!

Saya kasih bocoran beberapa leluconnya, nih!

***

Halaman 67 :
Mamiek : Nung, kamu itu cantik luar dalam.
Nunung : Ah, masa, sih?
Mamiek : Iya, tapi lebih cantik kalau di dalam.
Nunung : Di dalam apa?
Mamiek : Kegelapan!

Halaman 93 :
Tarsan : Pak Asmuniiiii .... Apa kabar?
Asmuni : Alhamdulillah, sehat wal-Accord!
Tarsan : Kok Accord?
Asmuni : Fiat-nya sudah saya jual!
(keterangan : Accord dan Fiat yang dimaksud adalah merek mobil)

Halaman 127 :
Gepeng (monolog) : Saya ini kerja sama Pak Asmuni sudah lama. Awalnya, cuma jadi pelayan. Kemudian, saya diangkat menjadi Kepala Bagian Keuangan. Khusus, ngurusin uang kerokan!


***


Duh, kalau kamu enggak tertawa, mohon maaf berarti kita adalah spesies makhluk berbeda hahaha! *tutup muka ketahuan selera humor yang super ambyar*

Secara kepenulisan, saya cukup menikmati penuturan Mas Thrio (yang juga menjadi tokoh di balik layar akun @srimulatism) terhadap segala kisah penyusun sejarah Srimulat. Meskipun banyak istilah dan kosakata dalam bahasa Jawa yang bertebaran, namun keterangan di catatan kaki sangat membantu saya untuk memahami maksudnya. Lagipula, bahasa Jawa memang sudah begitu lekat dengan citra Srimulat, sehingga nyaris tak mungkin meninggalkannya, termasuk saat menulis buku ini.

Foto-foto yang dicantumkan di dalam buku pun tergolong cukup jelas, walaupun merupakan dokumentasi lama dan spesial, dicetak dalam warna hitam-putih. Ditambah ilustrasi-ilustrasi memikat dari Pinot (iya, ini Om Pinot ilustrator keren yang sekarang kerja di perusahaannya Babeh Gary Vee itu!) dan Hari Prast, memanjakan mata saya. Dengan tebal 188 halaman saja dan pilihan serta ukuran huruf yang cukup besar (jadi mata saya tidak cepat lelah), saya mudah menamatkan buku ini di kisaran 2-3 jam dengan kecepatan membaca santai.

Pilihan warna biru dan kuning untuk sampul seperti menyentil saya akan dua sisi dari Srimulat. Kuning nan ceria dari kesegaran humornya dan biru sebagai reprentasi kebijakan yang tersemat dalam prinsip lawakan mereka yang bukan sekadar “asal omong”.

Mengutip kata-kata mendiang Pak Teguh, saya mengamini pernyataan beliau :

“Segala sesuatu dapat dikomedikan. Masalahnya adalah tega atau tidak, tepat atau tidak.”

Di tengah sensitifnya negeri ini, mengenang kembali kemeriahan canda dan gelak tawa bersama Srimulat begitu mengademkan hati. Misi menyelamatkan Indonesia dengan tawa melalui cara yang tidak melukai hati atau menjadikan kedukaan serta kelemahan orang lain sebagai bahan lelucon – atau populer dengan istilah mikul dhuwur, mendhem jero – adalah sebuah keinginan mulia yang saya dukung seratus persen!

Keputusan akhir, saya memberikan 9 dari 10 bintang untuk buku Srimulatism. 



Siapkan satu hari untuk menciptakan suasana gembira dengan para laskar tawa legenda ini! 



You Might Also Like

0 comments

Komen dulu yuk, Kawans!