Christopher Robin – Film Kental Nostalgia nan Ringan dengan Pesan yang Memukau Pikiran

26.8.18




Halo, Kawans!

Jika biasanya saya membuat review film yang sudah lama diputar bertahun-tahun silam, kali ini saya akan mengulas sebuah film keluarga yang masih hangat dan sedang tayang di bioskop terdekat. Kamu yang masa kecilnya dulu sangat menggemari Si Beruang Menggemaskan dari Disney, Winnie the Pooh, seperti saya, pasti sudah menantikan untuk menyaksikan film ini, Christopher Robin.

-----



Judul film : Christopher Robin
Genre : fantasi, drama, keluarga
Bulan dan tahun rilis : Agustus 2018
Sutradara : Marc Foster
Produser : Brigham Taylor, Kristin Burr
Penulis skenario : Alex Ross Perry, Tom McCarthy, Allison Schroeder
Pemeran : Ewan McGregor, Hayley Atwell, Bronte Carmichael, Mark Gatiss, Oliver Ford Davies, Jim Cummings, Brad Garrett
Produksi : Walt Disney Pictures
Distribusi : Walt Disney Studios Motion Pictures
Durasi : 104 menit

-----

SINOPSIS

Selepas berpisah dari kawan-kawan fantasinya di Hundred Acre Woods, Christopher Robin (Ewan MacGregor) seolah kehilangan pribadi cerianya, ditelan kerasnya hidup. Ditempa disiplin keras di sekolah asrama dan sempat berjuang dalam Angkatan Bersenjata Inggris pada masa Perang Dunia II, Christopher menjadi pria yang jauh berbeda. 

Sepulang perang, Christopher berhasil membangun karier di Winslow Enterprise, sebuah produsen koper di London, sebagai spesialis efisiensi. Namun, sang istri, Evelyn (Hayley Atwell) dan Madeline (Bronte Carmichael) merasa mereka kehilangan waktu serta diri seutuhnya Christopher sebagai bagian dari keluarga.


Madeline - anak perempuan Christopher Robin

Evelyn - istri Christopher Robin

Puncaknya, ketika Christopher terpaksa membatalkan janji liburan akhir pekan mereka di rumah peristirahatan daerah Sussex, Evelyn yang sangat kecewa memutuskan tetap pergi bersama Madeline. Sementara, kepala Christopher makin pening mendapati sebuah permintaan presentasi di hari Senin dari Giles Winslow, Jr. (Mark Gatiss), anak pemilik Winslow Enterprise untuk membuat perencanaan PHK sebagai bagian dari “peningkatan efisiensi perusahaan”.

When the BFF are reunited

 
Tak disangka, sahabat masa kecil Christopher datang berkunjung. Ialah Winnie the Pooh – atau selanjutnya akrab dipanggil Pooh saja – Si Beruang Menggemaskan dengan filosofi hidup santainya : “Tidak berbuat apa-apa justru akan membawa kebaikan besar dalam hidup.”

Christopher dan Pooh sama-sama bingung berhadapan dengan pribadi yang kini jadi bertolak belakang. Christopher menganggap Pooh jauh dari cerdas dengan kata-kata kekanakan dan prinsip hidup yang bentrok dengan kerasnya dunia nyata. Sementara, Pooh menyayangkan Christopher dewasa jadi semacam kehilangan “cahaya” aslinya.

Christopher pun memutuskan untuk menghabiskan akhir pekan dengan mengembalikan Pooh ke Hundred Acre Woods, tepatnya dekat dengan rumah peristirahatannya di Sussex. Perjalanan pun diwarnai kejadian lucu karena Pooh yang enggan berhenti mengoceh dan menimbulkan kehebohan. Ternyata, misi Christopher memulangkan Pooh berlangsung lebih lama dan membangkitkan lagi nostalgianya, berjumpa dengan para penghuni Hundred Acre Woods seperti Eeyore, Piglet, Tigger, Rabbit, Owl, Kanga, dan Roo.

Geng Hundred Acre Woods - yay!

Meaningful convo with Pooh is always a pleasure!

Christopher kembali ke London untuk menghadiri presentasi pentingnya. Tetapi, masalah ternyata belum selesai. Kini para tokoh yang merasa hidup mereka dulu terbantu oleh Christopher, ingin membalas budi dengan menyelamatkan hidup Christopher dari masalah di dunia barunya. Bagaimana akhirnya Christopher Robin bisa menemukan kembali cahaya dan semangat hidupnya yang menyurut?

-----

ULASAN

Sewaktu saya membawa anak-anak menonton film Christopher Robin, bayangan saya, mereka akan menikmati film ini. Alasannya simpel, karena mereka antusias melihat Pooh dan para kawannya di Hundred Acre Woods sewaktu menonton trailer-nya.

Ternyata, saya salah besar!

Pertama, kisah yang ditampilkan dalam film ini, menurut saya bukan untuk konsumsi anak-anak prasekolah. Banyak dialog berat yang menurut saya, sulit untuk dipahami oleh anak-anak. Kemesraan yang ditunjukkan oleh Christopher dan Evelyn pun perlu jadi perhatian, karena ada adegan kissing yang tiba-tiba muncul! Anak-anak gampang bosan, apalagi saya menilai aura film ini cukup gloomy untuk ukuran drama keluarga ala Disney.

Kedua, porsi para tokoh fantasi, selain Pooh, bisa dibilang hanya memenuhi paling mentok separuh film. Jadi, pupus harapan kalau menantikan banyak adegan menggemaskan dari geng Hundred Acre Woods. Walaupun begitu, saya sendiri lumayan puas waktu Pooh, Piglet, Eeyore, dan Tigger bertualang ke London menyusul Christopher, seru! Di bagian ini pula, anak-anak lumayan anteng dan ikut tertawa.

Formula film Christopher Robin, mengingatkan saya pada film Hook, di mana sang tokoh utama yang tadinya anak-anak, kini telah menjadi dewasa dan menghadapi problematika tersendiri yang berbeda dengan masa petualangan fantasinya. Tetapi, Christopher Robin diarahkan dengan lebih apik, sehingga kesederhanaan premisnya bisa menjadi sebuah rangka cerita kuat berkat filosofi hidup yang begitu mengena, walaupun latar cerita ini berada puluhan tahun silam.

Ewan MacGregor (duh, kelihatan banget dia sangat bapak-bapak di sini!) mampu menampilkan sebuah akting yang cukup meyakinkan sebagai Christopher Robin dewasa. Suasana gelap dalam hatinya terbaca jelas dari gestur dan ekspresi muka, sampai intonasi tutur katanya.

Sementara Hayley Atwell, sayangnya, masih sulit melepaskan citra Agen Peggy Carter dari semesta sinema Marvel. Aktingnya terasa tanggung buat saya. Malah, aktris cilik pemeran Madeline, Bronte Carmichael lebih sukses mengeluarkan emosi sebagai anak yang kesepian dan terluka oleh ketiadaan sang Ayah.

Yang mencuri perhatian saya, justru Mark Gatiss, yang kita kenal sebelumnya sebagai Mycroft, abang Sherlock Holmes dari serial Sherlock di BBC. Tanpa dialog saja, pasti sudah terbayang betapa menyebalkannya pria ini. Mingkem pun penonton terbawa pengin sleding, hahaha!

Si antagonis yang bikin pengin sleding
pic : disney wikia


Kredit tertinggi saya nyatakan jatuh kepada Jim Cummings, pengisi suara Pooh. Bagaimana ia berhasil menghidupkan karakter Pooh, dengan nada bicara lembut, sesekali guyon, namun selalu ada pesan menohok di balik kalimat silly-but-true miliknya. Pooh inilah yang berhasil menampar saya dengan kiriman pesan untuk melonggarkan sejenak ketegangan berjuang menghadapi dunia nyata. Karena tantangan tak selamanya harus dilawan dengan ketangguhan nan keras, bersantai bukanlah sebuah kebodohan ataupun dosa.

Kalau mau jujur, saya menyaksikan film ini di saat yang tepat. Saya tengah mengalami kegalauan dan kelelahan lahir batin seperti Christopher, hingga pada titik, saya seperti melupakan bagian hidup untuk relaks dan bersenang-senang. Segala macam tugas, tenggat waktu, proyek, seperti menghabiskan energi saya.

Tanpa berniat menjadi seseorang yang tidak profesional, saya mengamini apa kata Pooh. Terkadang, tidak melakukan apa-apa (selama beberapa waktu), akan membuat kita justru menghasilkan sesuatu yang lebih berguna ketimbang ngotot mengejar ambisi.

Untuk film yang memikat dengan kesederhanaannya ini, saya berikan nilai 8 dari 10. Mostly because Pooh stole my heart since his first line.


Bagaimana dengan kamu? Apa kesan yang kamu dapatkan setelah menonton film Christopher Robin? Yuks, cerita di kolom Komentar!



photos from IMDB


You Might Also Like

2 comments

  1. Lengkap banget reviewnya, jadi penasaran

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hayo ditonton, Mbak Dee. Oke banget buat nostalgia. Gemes lihat Pooh dan geng Hundred acre Woods yang cute abisss! :)

      Delete

Komen dulu yuk, Kawans!