Groningen Mom's Journal - Kisah Mama Perantau di Negeri Kincir Angin yang Menggugah Jiwa

18.3.18




Halo, kawans!

It’s so good to be back. Saya hari ini akan berubah lebih serius dari biasanya. Pasalnya, buku yang saya akan ulas ini memang bukan buku main-main. Kita dapat menemukan banyak informasi dan inspirasi dari curhatan seorang ibu yang merantau nun jauh di sebuah negara Eropa dari buku padat berisi ini.

Judul buku : Groningen Mom’s JournalGenre : non fiksi, kisah inspiratif
Penulis : Monika Oktora
Editor : Aninta Mamoedi

Penerbit : Elex Media Komputindo, Jakarta
Cetakan : 1, Januari 2018
Tebal : 264 halaman
ISBN : 9786020451800
Harga : Rp. 64.800,- (Gramedia)

-----

BLURB

Setelah menikah, tak lantas impian pribadi pupus. Memiliki suami dan anak sesungguhnya menambahkan satu lagi energi dan dukungan dalam hidup. Dukungan tersebutlah yang menguatkan langkah Monika untuk melanjutkan studi Master ke Benua Eropa. Keluarga kecilnya pun ikut diboyong untuk mengarungi petualangan empat musim di benua tersebut.

Monika membagi penngalaman hidup barunya di belahan dunia yang jauh dari Indonesia dalam catatan yang merangkum pengembangan dirinya. Catatan harian ini juga membedah dari mulai kehidupan komunitas Indonesia di Groningen, strategi bertahan hidup di Belanda, strategi menempuh pendidikan di Belanda, parenting, dan juga kuliner. Sebuah panduan lengkap bagi Anda yang ingin mengenal Groningen.

-----

APA ISI BUKU INI?

Groningen Mom’s Journal terdiri atas 5 bagian yang terbentang secara linimasa dari bulan Oktober 2013 hingga November 2016. Setiap bab memiliki tema tertentu yang membahas berbagai segi tentang kehidupan penulis menjalani peran sebagai student mom dan bagaimana kehidupan di Groningen (serta Belanda) itu sendiri.

Bagian I bertajuk Jalan Menuju Groningen, mengupas latar belakang dan persiapan Monika sekeluarga hijrah ke Groningen. Ada cerita tentang dilema pengambilan keputusan, lika-liku wawancara beasiswa, dan pengalaman aplikasi visa.

Bagian II bertajuk Life Starts When The Wind Blows, mengisahkan awal mula kehidupan Monika sekeluarga di Groningen dan bagaimana cara mereka beradaptasi. Mulai dari cuaca, pengalaman suami Monika mencari kerja, perkenalan dengan rutinitas bersepeda, belajar bahasa Belanda, mencari makanan halal, bursa barang bekas, dan upaya berbaur dengan komunitas, semua dibahas lengkap.

Bagian III bertajuk Warna-Warni Groningen, menjabarkan lebih rinci dan luas mengenai budaya di Groningen, serta budaya Belanda pada umumnya. Di sini saya jadi tahu tentang bagaimana dinamika empat musim berbeda di Belanda, kuliner Belanda (termasuk kebiasaan ngopi), apa yang menarik dari kota Groningen, kebiasaan masyarakat Belanda, sampai fenomena yang bikin saya merinding tentang bunuh diri di rel kereta.

Bagian IV bertajuk Cerita Runa, secara pribadi dan khusus, menyorot kehidupan Runa, putri pertama Monika. Berbagai pengetahuan baru saya serap mengenai sistem pendidikan anak di Belanda. Salah satu yang membuat saya tertarik adalah keharusan penguasaan keterampilan berenang yang sampai harus menempuh ujian khusus.

Bagian V bertajuk Being Student Mom, menjadi penutup yang manis dan sempurna. Bagian ini tidak hanya peru dibaca bagi mereka yang hendak studi ke Belanda. Namun, siapapun yang sedang mengalami kondisi sama dengan Monika, misalnya ibu dan wanita menikah yang galau membagi kehidupan merantau, belajar, sambil mengurus keluarga.

Setiap cerita memiliki bagian yang menjadi highlight, misalnya trivia atau tips yang patut kamu baca lebih cermat untuk mendapatkan informasi terpentingnya. Ada pula beberapa kutipan inspiratif yang tersebar di beberapa akhir cerita. Tentu saja, semacam memberi kesimpulan yang bermakna atas apa yang sudah dibahas dalam cerita tersebut.

-----

KESAN SAYA TERHADAP BUKU INI

Koleksi buku fiksi saya termasuk tidak banyak dan biasanya butuh waktu lama untuk saya menamatkan buku non fiksi. Biasanya, buku-buku non fiksi membuat saya bosan di dua bab pertama, atau saya memilih untuk membaca acak, tidak urut dari awal buku sampai akhir.

Groningen Mom’s Journal mematahkan semua kebiasaan buruk saya saat membaca buku fiksi. Saya menamatkan buku ini dalam sekali baca. Lalu, saya mengulang lagi beberapa cerita yang benar-benar membekas di hati.

Rangkaian cerita yang disampaikan Monika benar-benar memiliki alur yang mulus. Saya jadi penasaran untuk terus melanjutkan membaca, sampai ternyata tidak terasa saya sudah sampai di akhir buku.

Monika yang saya ketahui sempat mengikuti kelas menulis sebelum menyusun buku ini, ternyata benar-benar mengemas kisah-kisah yang selama ini mengisi blog-nya menjadi satu kesatuan kisah inspiratif. Hal ini yang tidak selalu dimiliki oleh penulis non fiksi.

Saya merasakan betul bagaimana naik-turunnya emosi Monika. Mulai dari ragu, senang, takut, cemas, terpukau, prihatin, sampai rindu; seluruhnya tergambar jelas dalam pilihan kata-kata sederhana yang jujur dan tulus.

Poin terpenting, saya merasa sama sekali tidak digurui oleh Monika di buku ini. Gaya bahasa yang digunakan cukup mudah diterima oleh pembaca dengan diksi yang tidak rumit. Secara tata bahasa, penyuntingan pun sudah termasuk rapi tanpa typo yang jelas mengganggu ataupun kalimat tak efektif.

Kalaupun ada yang perlu diperbaiki di buku ini adalah foto-foto pelengkap yang tidak seluruhnya terlihat jelas. Namun, foto berwarna berarti akan menambah bandrol harga di buku ini dan tentu tidak bijaksana untuk meraih pangsa pasar pembaca. Mungkin ke depannya, penulis dan editor bisa selektif lagi memilih foto, khususnya yang menampilkan wajah, supaya lebih jelas saat tercetak.

Semoga semakin banyak buku seperti ini yang bisa memberi gambaran tentang kehidupan merantau di luar negeri. Tentu saja, dengan penyajian yang bersahaja, namun mengena.

-----

KUTIPAN-KUTIPAN

“Cita-cita saya juga adalah cita-cita suami, begitu pun sebaliknya, irama kaki kami sejalan, meski satu-satu. Bukankah itu yang diinginkan dalam rumah tangga?” (hal. 19)

“Tetaplah kayuh sepedamu, karena pada akhirnya, kamu akan sampai juga di tujuan (dengan selamat, insya Allah).” (hal. 64)

“Bagaimana bisa bekerja dengan baik kalau untuk bisa hadir tepat waktu saya susah. Kalau tidak berubah untuk menjadi disiplin, bisa-bisa dijajah lagi oleh kompeni di negaranya sendiri. Saya sih jelas tidak mau.” (hal. 119)

“Belajar berenang di negara yang daratannya lebih rendah daripada lautannya adalah harga mati.” (hal. 209).

“Yang saya yakini, menjadi mahasiswa dulu dan kini tugasnya masih sama, yaitu belajar. Belajar yang saya maksud bukan hanya belajar teori di kelas, tetapi juga belajar “hidup”.” (hal. 225)

-----


Untuk Groningen Mom’s Journal, saya memberikan nilai




8 out of 10 stars!




I really recommend this book to be a part of your collection!







You Might Also Like

2 comments

  1. Definitely must have book for moms who love to study.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pastinya, Teh Shan! Recommended indeed! :)

      Delete

Komen dulu yuk, Kawans!